Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menyerukan pentingnya peran strategis negara-negara ASEAN dalam memimpin respons terhadap dua tantangan abad ke-21: perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan perubahan Aksi Iklim. Pesan ini disampaikan dalam kuliah umum bertajuk “Navigating a Changing World: ASEAN’s Path to Stability and Prosperity” di Universitas Malaya, Malaysia, menegaskan bahwa kolaborasi regional menjadi kunci menghadapi disrupsi teknologi dan krisis lingkungan.
ASEAN sebagai Pusat Inovasi Kecerdasan Buatan
Ibas menekankan bahwa ASEAN tidak boleh hanya menjadi penonton dalam revolusi teknologi global, melainkan harus aktif membentuk masa depan AI yang inklusif dan beretika. Beberapa langkah konkret yang diajukan meliputi:
-
Pembangunan Kapasitas Digital: Meningkatkan investasi dalam penelitian AI dan pendidikan STEM (sains, teknologi, teknik, matematika) untuk menciptakan talenta lokal yang kompetitif.
-
Kerangka Regulasi Bersama: Membuat pedoman etika AI di tingkat regional untuk mencegah penyalahgunaan teknologi sekaligus mendorong inovasi yang bertanggung jawab.
-
Kolaborasi Industri-Akademik: Memfasilitasi kemitraan antara universitas, startup, dan perusahaan teknologi untuk mengembangkan solusi AI yang relevan dengan kebutuhan lokal, seperti pertanian pintar dan layanan kesehatan digital.
Dengan kekuatan demografi muda dan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, ASEAN memiliki potensi menjadi hub AI terkemuka di luar Amerika Serikat dan Tiongkok.
Kepemimpinan ASEAN dalam Aksi Iklim
Di tengah ancaman kenaikan permukaan laut dan Aksi Iklim cuaca ekstrem yang semakin sering melanda kawasan, Ibas mendesak negara-negara ASEAN untuk memperkuat komitmen lingkungan melalui:
-
Transisi Energi Terbarukan: Mempercepat adopsi energi surya, angin, dan hidrogen hijau, dengan memanfaatkan sumber daya alam melimpah di kawasan.
-
Ekonomi Sirkular: Mendorong industri untuk mengurangi limbah melalui daur ulang dan model bisnis berkelanjutan, sekaligus menciptakan lapangan kerja hijau.
-
Dana Iklim Regional: Membentuk mekanisme pendanaan bersama untuk membantu negara anggota yang rentan, seperti Indonesia dan Filipina, dalam adaptasi perubahan iklim.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan solusi dari negara maju. ASEAN harus menjadi bagian dari solusi dengan pengetahuan lokal dan inisiatif kolektif,” tegas Ibas.
Tantangan dan Peluang Kolaborasi
Meski optimis, Ibas mengakui sejumlah tantangan yang harus diatasi:
-
Kesenjangan Teknologi: Tidak semua negara ASEAN memiliki infrastruktur digital atau kapasitas fiskal yang setara.
-
Koordinasi Kebijakan: Perbedaan prioritas nasional bisa menghambat kerja sama regional.
-
Kompetisi Global: ASEAN harus bersaing dengan blok ekonomi lain yang juga berinvestasi besar-besaran di AI dan energi bersih.
Untuk itu, dia mengusulkan pembentukan Kelompok Kerja ASEAN untuk AI dan Perubahan Iklim yang melibatkan pemangku kepentingan dari pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.
BACA JUGA : Perkuat Ekonomi Nasional, Ibas Dorong Kerja Sama Perdagangan Indonesia-Singapura
Dampak bagi Indonesia dan Masa Depan Kawasan
Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia bisa memainkan peran sentral dalam dua agenda ini. Dengan memimpin transisi hijau dan pengembangan AI yang berkelanjutan, Indonesia tidak hanya akan memperkuat ketahanan nasional tetapi juga meningkatkan pengaruhnya di panggung global.
Seruan Ibas ini sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo yang menempatkan transformasi digital dan pembangunan berkelanjutan sebagai prioritas. Jika diimplementasikan secara kolektif, ASEAN bisa menjadi contoh bagaimana kawasan berkembang mampu menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip keadilan dan inklusivitas.